Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini

Kamis, 22 April 2010

EKSITENSI SATGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DI TENGAH MARAKNYA MAFIA HUKUM / MARKUS (MAKELAR KASUS)


Kehadiran Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto dalam pentas politik tanah air secara umum disambut dengan cibiran bernada pesimis. Sekali lagi, Presiden SBY yang sejak pemerintahannya yang pertama dikenal publik tanah air dengan hobinya membuat komisi X dan unit Y, menghiasi 100 hari periode kedua pemerintahannya dengan menelorkan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.Satgas ini mengemban tugas berat, yaitu membangun koordinasi, evaluasi, dan koreksi terhadap mekanisme penegakan hukum serta kinerja aparat hukum Indonesia. Tentu saja, Polri, Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM, MA, MK, KPK, serta lembaga-lembaga tinggi negara yang lain menjadi sasaran Satgas ini.

Mengguritanya mafia dalam tubuh aparat dan lembaga penegak hukum Indonesia menjadi ladar persemaian subur lahir dan tumbuhnya ‘markus-markus’ (makelar kasus) dengan beragam latar belakang seperti pengusaha, wartawan, bahkan aparat hukum itu sendiri. Tidak berlebihan apabila ada yang menyebut Satgas Pemberantasan Mafia Hukum sebagai Satgas Anti Markus.Di mata publik, pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum merupakan bentuk pengakuan Presiden SBY terhadap carut-marutnya penegakan hukum di Indonesia, terutama di lingkaran pemerintah pusat, karena faktanya Satgas ini tidak memiliki struktur hingga ke daerah. Padahal publik tanah air, tentu saja sangat memahami bahwa karut-marut penegakan hukum tidak hanya terjadi di tingkat pusat tetapi juga marak di lingkungan pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II.

Bagaimana kehadiran Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tidak disambut dengan pesimis oleh publik tanah air? Kenyataannya, Satgas ini dipimpin oleh sosok berlatar belakang lembaga yang disinyalir menerima aliran dana talangan Bank Century. Buku “Membongkar Gurita Cikeas”1 yang ditulis oleh George Junus Aditjondro yang menuai banyak kritikan dan menghilang dari etalase toko buku menyebut bahwa lembaga-lembaga yang berada di bawah payung Tim Sukses SBY-Boediono seperti Bravo Media Center, Tim Alpha, dan lain-lain merupakan lembaga yang menampung 6,7 triliun dana talangan Bank Century.,Jadi, bukanlah sebuah fenomena yang dibuat-buat apabila efektivitas kinerja serta hasil konkret Satgas ini ke depan diragukan oleh publik tanah air. Di satu sisi, posisi dan wewenang Satgas ini pada dasarnya tumpang tindih dengan lembaga-lembaga senafas yang telah memiliki infrastruktur dan mekanisme kinerja yang mapan, seperti Propam di Kepolisian, Komisi Kehormatan dalam Kejaksaan, termasuk juga dengan KPK.Pertanyaan yang kemudian mencuat ke permukaan adalah apakah tumpang-tindih tugas antar lembaga penegak hukum justru berpotensi menimbulkan konflik? Sebagaimana dengan fenomena drama tragi-komedi “Cicak Vs Buaya” yang justru menguatkan ketidakpercayaan publik pada penegakan hukum di Indonesia.
Obat Pembius/Gelembung SabunTelah menjadi ekspektasi kita bersama bahwa peradilan tanah air bersih dari praktek-praktek mafia dan hilir-mudik markus.

Kita tentu sangat berharap program pemberantasan mafia hukum sebagai bagian dari Program Kerja 100 Hari Kabinet Bersatu Jilid II tidak menjadi extravagancy policy Presiden SBY untuk membius publik yang gerah dengan bobroknya sistem peradilan Indonesia. Adalah sebuah harapan besar apabila lahirnya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ini bukan sekedar kebijakan berbasis polesan citraan agar Presiden SBY dapat menikmati kursi kepresidenan hingga 2014.Meletusnya Kasus Dana Talangan Bank Century yang menjadi konsumsi media massa tanah air setiap hari memang ditakutkan akan melahirkan pemakzulan (impeachment) bahkan people power yang dapat mengakhiri kepemimpinan SBY di periode kedua pemerintahannya. Data-data yang dilansir oleh BPK, Pansus Bank Century DPR, ICW, dan beberapa LSM seperti Bendera, CIDES, dan lain-lain memang secara senada menampakkan kemisteriusan proses dan pencairan dana talangan sebesar 6,7 triliun tersebut. Bahkan, salah satu ekonom gaek seperti Ichsanoodin Noorsy di TV One menyebutkan bahwa proses dan pencairan dana talangan Bank Century adalah yang paling unik sedunia karena dilakukan secara tunai. Misteri di balik Kasus Bank Century ini berpotensi untuk melahirkan gerakan massa melengserkan Presiden SBY dari Istana. Tidak berlebihan apabila Presiden SBY kemudian bermanuver untuk memelihara citranya dengan berbagai langkah dan strategi, salah satunya dengan membentuk Satgas ini.Menurut hemat penulis, apabila pemerintah memang ingin secara serius menangani praktek-praktek mafia peradilan dan memberantas perkembang-biakan markus, pembentukan Satgas ini jauh dari ketepatan sasaran. Terungkapnya praktek mafia peradilan di lingkungan Kejagung, terkait dengan Jaksa Urip Tri Gunawan yang tertangkap basah menerima suap-an dari Artalita Suryani, mantan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga yang tersadap KPK bertelepon ria dengan Anggodo Widjoyo, hingga pertemuan-pertemuan rahasia mantan Kabareskrim Polri Susno Duaji dengan buron Bank Century Anggoro Widjoyo di Singapura memberikan preseden buruk terhadap kesinambungan integritas aparat penegak hukum.

Maraknya praktek-praktek mafia peradilan seperti ini dilatarbelakangi oleh lemahnya mekanisme pengawasan melekat di internal lembaga penegak hukum Indonesia. Andaikata dalam masing-masing lembaga penegak hukum ini terdapat mekanisme pengawasan melekat yang disertai sanksi yang berat bagi aparat hukum yang terlibat, maka dengan sendirinya masing-masing pribadi dalam lembaga tersebut akan menjaga diri dari campur tangan markus.Revitalisasi mekanisme pengawasan melekat di internal lembaga penegak hukum menurut penulis lebih efektif dan efisien darpada menciptakan lembaga-lembaga baru. Pembentukan lembaga-lembaga baru dinilai kurang tepat sasaran dan justru berpotensi menimbulkan permasalahan baru antar lembaga penegak hukum yang telah ada.

Acap kali penanganan hukum di Indonesia terjebak dalam lakuan tebang pilih apabila bersentuhan dengan pihak yang memiliki kemapanan kekuasaan, baik secara strukural jabatan atau keuangan. Apabila Satgas ini memiliki payung hukum yang kuat maka efektifitas dan efisiensi kinerja akan tercapai dalam genggaman.Guna menghindari opini publik bahwa eksistensi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum hanyalah bagian dari extravagancy policy, maka seyogyanya Satgas ini memiliki infrastruktur dan struktur keanggotaan hingga ke daerah. Mengingat luasnya cakupan bidang garap dan sasaran, dengan sendirinya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum memiliki jaringan hingga daerah tingkat I dan tingkat II demi ketercapaian tujuan. Di sisi lain, Satgas juga dituntut mengambil langkah strategis membenahi penegakan hukum di level pusat. Pensterilan lembaga penegak hukum di level dari markus dengan sendirinya akan diikuti di level-level berikutnya. Langkah dua arah ini tentu saja harus dilakukan dengan membangun sinergitas yang mutualis dengan lembaga penegak hukum itu sendiri, stake holder, serta masyarakat umum.

Mengingat tugas Satgas adalah melakukan koordinasi, evaluasi, dan koreksi penegakan hukum maka Satgas tidak perlu terlalu jauh wilayah kasus-kasus mafia peradilan yang dilaporkan oleh pihak tertentu. Hal ini dilakukan untuk menjaga supremasi independen Satgas itu sendiri. Langkah koordinatif dengan KPK, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian, atau Komisi Yudisial menjadi langkah efektif tumpang-tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum akan mendulang apresiasi positif publik apabila fokus pada bagaimana analisis komprehensif koruptif tidaknya sistem kerja intern lembaga penegak hukum dan koruptif tidaknya struktur lingkungan penegak hukum.Tentang validitas formulasi kinerja Satgas ini tentu saja tidak akan terbukti andaikata dari pihak Satgas sendiri tidak memiliki kesungguhan pemahaman akan tugas, wewenang, dan tujuan eksistensi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar